Mental buruk orang Jakarta

Img Source: http://www.sjlaboremploymentblog.com




Judul yang gue buat agak menjudge ya? sebetulnya lebih mau memperkecil ke Kota Jakarta sih. Akhir-akhir ini sedang mengamati beberapa berita di media online dan postingan orang di media sosial dan blog pribadi mereka. Sama seperti kasus di blog sebelumnya isunya memang lagi marak tentang Transportasi Online sperti Gojek, Grab Bike, Uber Taxi, dll. Sedang ramai emabahasan tentang privasi serta kasus tertabraknya sopir gojek oleh Angkutan umum (Kopaja) di daerah Jakarta Selatan beberapa hari lalu. Lalu apa hubungannya dengan mental masyarakat Jakarta? Opini Gue mengenai korelasi antara berita-berita tersebut dengan mental masyarakat Jakarta adalah buruknya mental kita dalam menghadapi kemajuan baik segi teknologi dan regulasi sehingga terjadi hal-hal tersebut. 


Pertama : Privasi pelanggan Ojek Online

Seperti yang diposting oleh seseorang di media sosial tumblr nya http://shitgojeksays.tumblr.com/?og=1 yang menunjukan beberapa contoh cideranya privasi pelanggan. Gue gak ngebahas pengembangan dari aplikasi masing-masing perusahaan transportasi online tersebut guna melindungi privasi pelanggannya, karena menurut Gue aplikasi Gojek (karena Gue pernah pakenya Gojek aja). Dimana dengan komunikasi melalui nomer-nomer pribadi anatara pengendara dengan driver lebih mempermudah komunikasi antara calon pelanggan dan driver. Bayangkan kalau semua itu melalui aplikasi itu sendiri? misalkan ada vitur chatnya atau online call? gimana kalo salah satu dari pelanggan atau driver gadget atau koneksinya kurang bagus sementara pelanggan sedang terburu-buru? komunikasi melalui nomer pribadi jauh lebih nyaman.Ya kembali lagi kepada kearifan mental kita kan? baik si driver dan pelanggan.


Img Source: http://shitgojeksays.tumblr.com/?og=1
Soal kenalan selepas menjadi driver si pelanggan? Menurut gue sih itu hal yang lumrah, kecuali kalian membatasi dengan status sosial seseorang. Sering terjadi kan cinlok saat di kantor bahkan sampai ada affair? Menjadi suka/tertarik pada lawan jenis itukan hal yang sangat manusiawi, lalu apa bedanya kalau seorang supir ojek suka sm pelanggannya? Lalu apa bedanya saat Dosen suka sama muridnya atau sebaliknya? apa bedanya pula saat kita naksir teman sekantor? pasti kita cari informasi mengenai kontaknya kan? Toh kalau soal gojek kalian harusnya sudah tau resikonya kan saat awal diminta nomer telepon? sama hanya saat kalian apply kartu kredit yang kemudian akan banyak telepon dari asuransi dan bidang usaha lainnya menawarkan produk? Pengemudi yang "kesemsem" sama penumpangnya toh juga sopan menyapanya kan? kalaupun penumpang gak suka bisa ditolak dengan halus sama halnya dengan modus-modus teman sekantor yang kalian tolak? Jadi untuk kasus kenalan ini menurut gue balik ke arifan mental masing-masing, bener gak?

Img Source: http://shitgojeksays.tumblr.com/?og=1
Untuk kasus lainnya saat diteror oleh pengemudi yang di nilai kurang baik oleh pelanggannya toh harusnya balik ke mental individu kan? bagaimana si penyaji jasa ini menerima masukan atau kritik dari pelanggan yang dilayani, toh buat pengembangan diri dan pelayanan jasa yang ditawarkan juga. Kalau sampai ada yang meneror pelanggan karena memberikan komentar buruk atau kurang baik itu berarti kan membukti mental dari orang yang dikritik belum arif karena tidak menerima segala macam bentuk masukan atau kritikan.

Jadi untuk kasus privasi pengguna layanan transportasi online ini kan berarti kembali ke arifan individu masing-masing. Karena kedua pihak sudah mengetahui resiko yang akan terjadi. Pelanggan sudah mengetahui sistem kerja layanannya dan nomernya akan diketahui oleh si pengemudi, lalu si pengemudi sudah mengetahui bahwa kalau pelayanannya buruk akan diberi penialaian atau komentar buruk oleh pelanggannya. Kalau keduanya memliki kearifan dalam menanggapi hal-hal tersebut seharusnya gak akan tersorortnya hal-hal ini dan benjadi isu yang marak kan?

Kedua: Kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengemudi Gojek

Img Source: http://media.viva.co.id/thumbs2/2015/09/16/337016_kecelakaan-jakarta_663_382.jpg

Ada beberapa orang yang menyalahkan pemerintah soal kedisiplinan sopir angkutan umum. Menurut gue sih salah sasaran, toh pemerintah sudah membuat aturan bahwa kendaraan lain selain Bus Trans Jakarta dilarang melalui jalur tersebut. Bahkan sudah sampai ditahap penempatan petugas buka tutup portal di pintu jalur Bus TJ. Artinya apa? menurut gue pihak pengelola TJ sudah paham betul karakteristik masyarakat yang belum arif terutama dalam berkendara, karena kalau sudah memiliki untuk apa ditempatkan petugas tersebut? toh malah menambahkan biaya untuk penggajian dan produksi portal saja kan? Dan sudah dari jaman gue masih main gundu atau galasin kita sudah mengetahui bagaimana absurdnya kedisiplinan kendaraan umum "konvesional" ini kan? kendaraan ini kan benda mati, bukan dia yang mau untuk ugal-ugalan tapi kan supirnya yang mengemudikan belum bijak dan arif dalam berkendara. Jadi kalau sampai ada yang menyalahkan pemerintah soal ini sih menurut gue salah sasaran, berarti yang berkomentar gak arif juga (hehe, si arif disebut terus). Banyak yang bilang "Kenapa gak dicabut aja? atau dihilangkan?". Bro dan Sis, menghilangkan mata pencaharian bukan perkara menghilangkan ketombe dirambut, berapa keluarga yang nantinya terkena imbasnya? berapa keluarga yang nantinya bergejolak? balik lagi soal kebijakan masing-masing individu kan? pemerintah membuat aturan yang melanggar orang, masa pemerintah yang kena? kecuali pemerintah salah membuat aturan. Contoh Polantas yang memeliki undang-undang pelanggaran lalu lintas, Badan hukumnya kan sudah membuat aturan, yang menciderai siapa? masyarakat umu dan aparat yang nakal kan? Jadi kembali kita harus menyebut nama Arif lagi untuk masalah individu kan?

Img Source: http://organictalks.com/wp/wp-content/uploads/2013/09/0014_insanity_einstein_quote_960.jpg

Dari kedua hal diatas banyak terlihat kasus-kasus yang sebenarnya kembali kediri kita masing-masing. Seperti suatu ucapan yang saya lupa dan gak tau siapa yang melontarkan dalam bahasa asing "If you want to make movements, you should move first" kurang lebih kayak gitulah ucapannya. Artinya kalau emang mau bikin perubahan atau pergerakan ya kita harus berubah dan bergerak. Sama halnya dengan pembangunan kota dari segi apapun, kalau masyarakatnya masih memiliki kelakuan, kearifan yang sama ya gak akan bisa maju. Bisa kita lihat berapa banyak fasilitas yang akhirnya rusak baik karena kejahilan pengguna atau kelalaian perawat? kalau aja keduanya arif dalam menggunakan dan merawat minimal punya rasa memiliki lah pasti akan lebih baik hasilnya. 

Mungkin kalau dibandingkan dengan kota di negara lain misalkan bangkok thailand (soalnya dari negara yang pernah gue datengin bangkok yang paling mirip). Muka penduduknya, bentuk bangunannya, macet-macetnya mirip banget sama Jakarta menurut gue, tapi kenapa fasilitas lebih enak dilihat dan berjalan sesuai fungsinya? kembali ke laptop, eh kearifan kita masyarakat yang menggunakan dan pegawai yang bertugas merawat dan melayani kan? Jadi marilah kita merubah nama kita menjadi arif (haha), maksudnya berlaku arif dan bijak dalam menggunakan ataupun melayani demi kebaikan kita dan juga lainya. 
 

0 comments:

Post a Comment

 

Author Profile

My photo
Shout it loud and do judge a book by its cover!