Dasar Kamu Millennials!


Dasar Millenial gak sopan! Dasar millenial sok tau! Anak kemarin sore udah berasa paling tau!

Akhirnya setelah sekian lama, gue login lagi ke blog gue ini. Tujuan sama, untuk beropini hal yang terjadi di muka bumi ini (haha). Sambutan diatas dipilih secara acak menggunakan rumus modus (yang paling sering muncul) hinaan atau celaan terhadap milenial selama beberapa tahun belakangan. Terus kenapa baru sekarang gue beropini sementara para generasi Z sudah mulai mengikuti masa percobaan kerja diluar sana? Alasan dasarnya, baru sempet! Selain karena baru bisa menyisihkan waktu luang untuk nulis, gue juga baru merasa cukup mendapatkan referensi, selain dari seminar, pelatihan dan juga buku maupun artikel yang gue baca.

Source: https://instagram.com/dimasgeel

Millenial atau generasi Y ini memang masih menjadi buah bibir oleh banyak kalangan, termasuk millenial itu sendiri. Loh kok bisa ngomongin golongan sendiri? Ya karena banyak yang gak sadar bahwa mereka millenial juga! Lucu ya. Sebelum beropini gue mau ngasih tau apa aja sih generasi yang ada sekarang. (tuh kan sok tau banget, dasar gue millenial! Loh?)

Menurut Lindsey Pollak seseorang yang menyebut dirinya “Multigenerational Workplace Expert” setiap individu manusia memang memiliki karakterisik uniknya masing-masing, namun kalau di kelompokan kepada era kelahiran yang tentunya akan berpengaruh kepada perilaku mereka, generasi di tempat kerja yang saat ini eksis dan telah melewati eksistensinya ada 5 golongan.

Traditionalist / Builders (Lahir sekitar tahun 1922-1945)

Karakteristik Umum: Setia, Waspada, formal, etc

Mayoritas generasi ini sudah pensiun, mereka dikenal sangat setia di dunia kerja, satu perusahaan selama hidupnya. Karena kebanyakan mereka bekerja di militer untuk Pria, dan wanita tinggal dirumah mengurus rumah tangga karena masih masuk era Perang Dunia ke-2. Mereka dikenal juga sangat mematuhi peraturan, warisannya yang masih terlihat di dunia kerja sekarang yaitu top-down hierarchy dengan struktur alur laporan yang jelas dan juga “seragam” jas dan dasi.

Baby Boomers / Generation Jones (Lahir sekitar tahun 1946-1964)

Karakteristik Umum: Optimis, Fokus kepada diri sendiri, Komeptitif, berjiwa muda, etc

Bisa dibilang gebrakan di dunia kerja pada masanya, dimana mulai banyak wanita dan kelompok minoritas yang bekerja dan terlibat diperusahaan (khususnya di Amerika dimana kulit putih mendominasi). Banyak dari mereka yang masih terlibat di dunia kerja, karena karakter berjiwa muda (forever young) mereka. Di era emas mereka, tenologi belum semaju sekarang, bahkan mungkin belum ada. Sehingga membuat beberapa dari mereka sangat kaku dalam pola kerja, tidak fleksibel mengenai pekerjaan (bekerja ya ke kantor) dan cenderung memprioritaskan pekerjaan disbanding urusan keluarga.

Generation X / The Slacker generation (Lahir sekitar tahun 1965-1980)

Karakteristik Umum: Mandiri, Skeptis, Pionir teknologi

Dibeberapa negara populasi generasi X ini kalah besar oleh generasi sebelumnya yaitu baby boomers. Hal ini membuat mereka dibawah baying-bayang para baby boomers, yang membentuk karakter kemandirian pada diri mereka yang bagusnya melahirkan inovasi-inovasi pada masa itu terutama di bidang teknologi. Karena mayoritas mereka merasa tidak akan bisa sebesar para baby boomers, kebanyakan dari mereka membuat usahanya sendiri.
        
Generation Y / Millennials (Lahir sekitar tahun 1981-1997)

Karakteristik Umum: Ekspresif, Global, bergantung pada teknologi, berorientasi pada kelompok, etc.

Banyak generasi yang mengkritik atas sikap memiliki semua hak (berbicara, tampil, melakukan perubahan, dll), menginginkan apresiasi yang konstan, dan bahkan berfikir bahwa mereka berhak mendapatkan piala atas kehadirannya. Hal tersebut  disebut “millennials shaming”. Yang diyakini terpengaruh dari cara mereka dibesarkan. Mereka besar di era dimana anak mendapatkan perhatian lebih dan mendapatkan pelatihan-pelatihan (kalo disini mungkin seperti les-les yang sangat spesifik). Millennials juga berkembang dimana teknologi sudah cukup maju, yang berdampak pad acara interkasi mereka terhadap dunia luar, dimana interkasi melalui telepon, pesan singkat sama baiknya dengan interaksi secara langsung (tatap muka). Serta kemudahan mendapatkan informasi hanya dengan satu kali klik (internet).

Generation Z / Centennials (Lahir mulai tahun 1998)

Karakteristik Umum: Waspada, Ahli teknologi, berbeda, berjiwa pengusaha, dll.

Sebagai generasi yang hidup didunia serba digital, mereka mendapatkan informasi lebih cepat dari pada generasi sebelumnya (tua sebelum waktunya). Melihat contoh Sukses dari Mark Zuckerberg, Jack Ma,  Steve Job dan Inspirasi lainnya yang mayoritas memulai usaha diusaha muda dan tidak harus berpendidikan formal tinggi, membentuk jiwa pengusaha mereka sangat besar terlebih dengan kemudahan mendapatkan informasi. Namun mereka juga memiliki kewaspadaan yang tinggi atas contoh kegagalan yang mereka lihat dan kondisi lingkungan dan dunianya yang semakin kompetitif juga.

Beberapa faktor pembentuk karakteristik Millennials di Indonesia

Nah 5 generasi tadi adalah generasi yang masih eksis dan sudah kelewat eksis (pensiun) di dunia kerja sekarang, generasi tersebut dikelompokan berdasarkan era kelahiran yang membentuk karakter atas kejadian-kejadian yang terjadi di Era tersebut. Banyak penelitian dan tulisan mengenai generasi pada dunia kerja ini menjadikan Amerika sebagai tolak ukurnya, namun beberapa masih relevan dengan kondisi di Indonesia sekarang terutama di kota-kota besar. Kenapa kota besar? Karena pembangunan yang sudah cukup baik membuat warga di kota besar terpengaruh pada kondisi global dunia, terutama soal kecepatan menerima informasi (biasanya melalui Internet). 

Sebagai contoh daerah pelosok Indonesia yang masih belum berkembang akan terlambat mendapatkan informasi sehingga karakternya akan lebih bergeser dan bercampur. Bisa jadi anak kelahiran 90an di Jakarta seperti Gue menjadi contoh millennial seutuhnya di Indonesia, sementara didaerah pelosok mungkin masih kental karakteristik di generasi sebelumnya, karena adanya keterbatasan Informasi dan juga kepatuhan akan norma-norma yang ada, norma adat setempat khususnya. 

Jarak tahun kelahiran setiap generasi juga mempengaruhi kentalnya karakter di generasi tersebut. Sebagai salah contoh, orang kelahiran 80an awal dengan 90an awal akan sedikit berbeda karakternya meskipun di golongkan di generasi yang sama. Millennials di kelahiran awal 80an sudah dapat mencerna dengan jelas sebab serta konflik yang terjadi di kasus 1998 (lengsernya Soeharto), sedangkan orang seperti gue yang lahir 90an awal masih belum mencerna secara sempurna kejadian tersebut saat kasus itu terjadi, yang gue tau dulu hanya sekolah dipulangkan dan kita semua libur! Tapi gak boleh keluar rumah  karena ada kerusuhan. Jadi saat anak-anak 90an ini beranjak dewasa dan sudah bisa mencerna sempurna, meraka sudah merasakan kebebasan berpendapat dimana anak 80an masih merasakan keterbatasan berpendapat, apalagi generasi sebelumnya.

source: https://i.ytimg.com/vi/fjPgLhMmrHU/maxresdefault.jpg

Hal tersebut yang menjadikan millennials cukup melek terhadap hal-hal yang dulunya tabu untuk dibahas di media publik seperti politik dan kebijakan ekonomi yang didukung dengan kemajuan teknologi yang sedang meledak terutama sosial media, menjadikan para millennials cukup reaktif dengan kondisi yang terjadi di Indonesia dan juga dunia. Hingga munculnya istilah "kekejaman netizen" dalam mereaksi isu-isu yag terjadi 

Hal tersebut juga yang membuat millenials berani dalam berpendapat di forum meskipun didalamnya ada orang yang lebih tua dan lebih berpengalaman dari mereka. Dimana hasrat membuat perubahan cukup tinggi bagi kami millenials, terutama pada budaya perusahaan yang dirasa kurang sesuai. Hal ini menjadi salah satu penyebab lahirnya umpatan “Dasar anak millennial sok tau! Dasar anak kemarin Sore!”. Hal tersebut bukan berarti benar, yang jelas berpendapat juga ada adabnya, validitasnya, dan lain-lain. 

Orientasi pada hasil yang juga dipengaruhi oleh cara millenials dibesarkan (tidak semua), membuat kami millennials cukup menuntut fleksibilitas dalam bekerja, terlebih adanya contoh dari tokoh-tokoh sukses dengan gayanya yang kasual, santai, dan juga memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada. Kenapa gak semua millenials begitu? Hal ini salah satunya juga dipengaruhi latar belakang keluarganya.

Millenials yang orang tuanya sudah menikmati kesejahteraan secara finansial membuat millenials tersebut memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam menentukan pilihan, tidak hanya pendidikan, ataupun karir, namun juga dalam memenuhi apa yang mereka inginkan. Sementara millenials yang orang tuanya masih harus berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan, membuat millennialsnya memiliki batasan-batasa terhadap pilihan, mereka menjadi perintis bagi keluarganya untuk melakukan perubahan sehingga proses mencapai hal tersebut juga sangat dinilai tidak hanya hasil akhirnya. Hal tersebut bukan berarti anak millennials dari golongan "borju" menjadi selalu berorientasi pada hasil tanpa menghargai proses, namun peran orang tua dan lingkungan menjadi hal penting dalam pembentukan karakter.   

source: https://cdn0-a.production.vidio.static6.com/uploads/video/image/1471345/tren-bahasa-anak-jaksel-5555e1.jpg

Heboh juga dengan Bahasa yang dicampur-campur, atau yang viral dengan sebutan “Bahasa anak JakSel”. Hal ini menurut gue bisa disebabkan karena generasi millennials ini mendapatkan perhatian lebih dibanding generasi sebelumnya oleh orang tua mereka, dan mendapatkan banyak coaching baik dari orang tua maupun guru atau tutor. 

Mungkin bisa di survey perbedaan millennials dengan generasi sebelumnya mengenai rentang tahun kecakapan mereka berbahasa asing (dikerucutkan ke Bahasa Inggris). Gue ingat betul kelas 3 SD sudah ada pelajaran Bahasa Inggris, dimana beberapa teman gue udah lebih dulu mulai belajar di kelas sebelumnya, melalui Les di lembaga luar sekolah (atas perintah orang tua). Apalagi anak-anak kecil jaman sekarang, balita pun Bahasa Inggrisnya bisa lebih fasih dibanding gue! Karena pendidikan anak usia dini juga sudah di-inject dengan Bahasa Asing. Proses akulturasi tersebut menjadikan campur-campurnya Bahasa di kaum millennials ini, juga tentunya berkat dukungan era digital yang semakin tak terbendung.

Jadi beberapa kejadian dan faktor tersebut banyak millennials yang dihujat oleh generasi sebelumnya dan bahkan generasi millennials sendiri. Hal tersebut yang menggerakan Gue untuk membahasa perkara Millennials di dunia kerja, banyak yang masih awam baik terhadap generasi lain bahkan generasinya sendiri. Karena tidak bisa dipungkiri ketidak-pahaman akan isu multigenerasi di dunia kerja ini sangat mengganggu kenyamanan bekerja dan stabilitas lingkungan kantor itu sendiri, yang menghambat proses kolaborasi dan juga rantai estafet yang seharusnya mulai perlahan dipercayakan ke generasi berikutnya. Hal ini yang membuat bahasan tentang millennials masih relevan untuk dibahas, karena masih ada perusahaan yang masih kesulitan meredam pertikaian antar generasi ataupun gejolak karakteristik setiap generasi.

Jika perusahaan saja tidak bisa mengatasi masalah tersebut pada millinnials, apalagi kepada centennials? yang memiliki jiwa wirausaha yang lebih tinggi, ditambah dengan banyak munculnya pengusaha muda sukses dan menjadikan teknologi sebagai senjata seperti Nadiem Makarim (Founder Go-Jek), Zacky (CEO Bukalapak), dll.  Para centennials akan lebih haus pada penentuan keputusan lebih cepat dibanding generasi sebelumnya terutama millennials yang juga merupakan dampak kemajuan teknologi. Perusahaan perlu memberikan proyek-proyek yang menjadikan millenials dan centennials nantinya otorisasi dalam mengambil keputusan untuk memenuhi hasrat tersebut.

Hal itu juga yang menyebabkan banyak cap kuntu loncat dilekatkan kepada millennials, karena kebanyakan millennials tidak hanya berpatokan dengan angka, melainkan faktor lainnya seperti pemberdayaan (empowerment), fleksibilitas dalam bekerja, kemudian spriti of change tadi yang menjadi faktor-faktor kenyamanan.

Yang gue sangat sayangkan cap negative banyak melekat bukan kepada individu, tapi golongan (generasi). Karena seperti yang dikatakan oleh Lindsey Pollak, bahwa setiap individu memiliki karakterisitik unik masing-masing yang tentunya banyak dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka berkembang dan mendewasakan diri. Karena gak semua orang keturunan Jawa itu berbicara dengan nada cenderung halus, dan gak semua orang batak itu nada suaranya kencang/besar. Sama halnya dengan isu multigenerasi ini, gak semua millennials memiliki perilaku dan sikap yang sama persis. Kita semua dilahirkan di keluarga yang beragam dan lingkungan yang beragam. Seperti mengurus anak (kayak yang udah punya anak aja), treatment setiap anaknya menyesuaikan karakteristik setiap anak, yang bagus dipelihara yang jelek dinasihati agar berubah jadi baik.

Disini Gue tidak mencari siapa yang salah dan benar, namanya sikap tidak baik ya patutnya dirubah, namun melabeli sesuatu tanpa ilmu pengetahuan rasanya juga tidak baik, karena perlu diingat juga sejelek apapun generasi millennials merupakan dampak dari hasil kejadian dan perubahan dari era generasi sebelumnya.

Semoga tulisan yang gue ketik (bukan tulis) ini sedikit manambah cakrawala dalam menghadapi setiap orang didunia kerja, karena saling mengerti karakteristik setiap individu dan generasi bisa membuat kolaborasi menjadi lebih apik. Hal tersebut diatas hanya sebagian kecil mengenai generasi di dunia kerja, jika ingin mendapatkan informasi lebih detail mengenai multigenerational workplace seperti karakteristik, cara menghadapinya, melihat kelemahan dan kelebihan bisa baca buku maupun artikel-artikel dari para ahli seperti Lindsey Pollak, Simon Sinek, dll.


Mohon maaf jika gue sok tau dan bahasanya campur-campur, namanya juga Millennials, yekan. Pilihannya hanya dua berubah atau kalah.



1 comments:

 

Author Profile

My photo
Shout it loud and do judge a book by its cover!